Kamis, 06 Juni 2013

Eksis Meski Menuai Penilaian Negatif



Seni adalah salah satu hal yang tidak terlepas dari kehidupan manusia, terlebih di wilayah yang masih sangat menjunjung tinggi nilai leluhur seperti di Propinsi Jawa Timur. Salah satu propinsi di Indonesia ini memiliki beragam kesenian yang masih terus dilestarikan, di antaranya adalah seni tari. 


Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, adalah sebuah desa yang terletak sekitar 15 menit dari pusat Kota wisata Batu, Jawa Timur. Beberapa kesenian yang ada di desa Bulukerto tidak semua murni berasal dari desa tersebut akan tetapi para pelaku seni nya selalu menghormati bahkan berusaha untuk terus melestarikan kesenian tersebut. Salah satunya adalah kesenian Tayuban atau Tari Tayub.

Tari Tayub adalah kesenian warisan nenek moyang yang berasal dari Jawa Tengah akan tetapi telah menyebar ke seluruh wilayah Pulau Jawa, hal ini karena dalam tarian Tayuban melibatkan banyak orang dan juga tarian ini dulunya sering dihelat oleh pejabat kerajaan di masa lampau. 

Tayub berasal dari kata tata dan guyub (jawa: kiratha basa), yang artinya bersenang-senang mengibing bersama penari wanita. Tayub adalah tari pergaulan tetapi dalan perwujudannya bisa bersifat romantis dan bisa pula erotis. Biasa ditarikan oleh penari wanita yang disebut dengan tledhek dan selalu melibatkan penonton pria untuk menari bersama (pengibing). 

Dalam setiap pertunjukan selalu didominasi oleh penonton pria, sebab pria disini sebagai obyek bagi para tledhek untuk dapat menari bersama mereka dan diharapkan memberi sedikit imbalan berupa uang atau saweran. Tayub biasanya dilaksanakan untuk merayakan acara-acara besar, pesta pernikahan dan berbagai macam hajatan lainnya.
      

“Di desa Bulukerto ini hampir 80% warganya bisa menari Tayuban, pernah ada satu festival Tayuban se-Malang Raya dan antusias warganya tinggi,’’ Ujar Rulyati, 43 tahun warga asal Bulukerto yang juga salah satu penari aktif Tayuban. Menurut Ibu dua anak ini, tari Tayub adalah tarian yang dapat mempererat hubungan sosial antar warga. Meski demikian, ia tak menampik bahwa selalu ada pendapat miring mengenai Tayuban. 

  
“Anggapan tayub sebagai tarian mesum memang masih sering terdengar ya, akan tetapi itu merupakan penilaian yang keliru. Sebab, tidak seluruh tayub identik dengan hal-hal yang negatif. Dalam tayub, ada kandungan nilai-nilai positif yang adiluhung. Selain itu, tayub juga menjadi simbol yang kaya makna tentang pemahaman kehidupan dan punya bobot filosofis tentang jati diri manusia” Ujarnya menjelaskan.

            Selama menjadi penari tayub sejak delapan tahun silam, Rulyati mengaku banyak sekali mendapat pengalaman, menurut wanita penyuka warna coklat ini dirinya memperoleh banyak teman serta dapat berkeliling ke banyak tempat. “Saya suka punya banyak teman, selama menjadi penari tayub teman saya makin banyak dan saya jadi keliling ke banyak tempat seperti jika ada tanggepan di luar Bulukerto. Ya meskipun memang terkadang tayub masih dinilai negative, tetapi saya yakin lama-lama orang akan lebih berpikiran terbuka dan tidak 
melihat secara negatif. 
”Pungkasnya.                 

                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar